22 Mar 2012

Setitik Hitam

Pak guru datang dan memulai pelajaran. Di saat kami terlihat lesu dan tidak bersemangat untuk belajar, apalagi saat itu adalah pelajaran Bahasa Indonesia, ia mencoba mencari cara agar kami tidak mengantuk. Ia berdiri dari tempat duduknya dan berdiri ke arah papan tulis. Dikeluarkanlah spidol permanen dan ia gambarkan sebuah titik tepat di tengah papan tulis itu.

"Anak-anak, coba perhatikan! Apa yang kalian lihat?", tanya Pak guru.

Ia tanyakan satu persatu semua anak dalam kelas itu. Dengan jawaban yang berbeda-beda seperti titik, bulatan, bulatan agak besar, ia menanggapinya dengan senyuman.

"Ada titik, papan tulis, dinding, lampu, Paknya," jawab salah satu murid.

"Iya! Jawaban yang bagus! Benar yang dia katakan. Ada banyak yang kalian lihat di ruangan ini. Tapi bukan itu yang akan kita bahas," tanggap Pak guru dengan serius.

Wajah penasaran terlihat dari murid-muridnya yang mulai memasang kupingnya baik-baik.

"Apa kalian sadar bahwa kalian hanya fokus pada gambar di papan tulis ini?" tanya Pak guru yang sama sekali tidak dijawab oleh satupun muridnya yang bingung harus menjawab apa. "Sebenarnya, ini sama seperti kita," katanya.

"Hah? Kok bisa, pak?" tanya salah satu murid yang sejak awal pelajaran hanya diam.

"Kalian selalu mengingat kesalahan seseorang dibanding kebaikan mereka, bukan?" tanya Pak guru.

"Iya juga sih, pak," jawab mereka.

"Sama seperti titik ini. Begitu besar papan tulis di hadapan kita yang berwarna putih, tapi kalian hanya fokus pada satu titik hitam di tengahnya. Kalian selalu mengingat kesalahan orang, sekecil apapun itu. Tapi apakah kalian bisa dengan mudah mengingat kebaikan yang begitu banyak mereka berikan pada kalian?"

Keadaan hening sejenak.

"Tak perlu jauh-jauh membayangkan. Apa kalian selalu mengingat kesalahan orangtua kalian?" tanyanya.

"Iya, pak," jawab mereka.

"Dan apakah kalian selalu mengingat kebaikan yang mereka kasih untuk kalian?" tanyanya lagi.

"Hem..."

"Nah! Sekarang kalian bisa pahami, kan? Itulah kehidupan kita. Itulah perasaan kita selama ini. Hanya bisa mengingat setitik kesalahan yang menodai kebaikannya yang begitu besar."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar